Monday, July 05, 2004

Kekeliruan Coblos Turunkan Kualitas

Selasa, 06 Juli 2004




Jakarta, Kompas - Pemilihan umum presiden dan wakil presiden tanggal 5 Juli 2004 berlangsung relatif aman di Indonesia. Namun, pemilu presiden yang baru pertama kali dilakukan ini terganggu dengan adanya kekeliruan dalam teknis pencoblosan yang merata di seluruh Indonesia.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengambil langkah darurat dengan mengeluarkan surat edaran untuk mengatasi perbedaan tafsir di lapangan mengenai keabsahan suara. Namun, edaran KPU tersebut keluar setelah penghitungan suara selesai dilakukan sehingga di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) terpaksa dilakukan penghitungan ulang.

Pengamatan Kompas di lapangan menunjukkan, kekeliruan dalam pencoblosan terjadi ketika pemilih tidak membuka secara utuh lembaran surat suara sebelum mencoblos. Akibatnya, pencoblosan terhadap satu pasangan calon menembus bagian sampul dari surat suara. Hal itu terjadi hampir pada semua pasangan calon. Di beberapa TPS, jumlah "keliru coblos" mencapai 40-80 suara per TPS. Sempat terjadi perdebatan mengenai keabsahan surat tersebut.

Centre for Electoral Reform (Cetro) dalam pernyataan persnya mengatakan, penetapan suara sah yang tidak standar dapat menurunkan kualitas pemilihan umum (pemilu), yang pada akhirnya dapat memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat pada hasil pemilu.

Menanggapi dinamika di lapangan, tiga anggota KPU, Anas Urbaningrum, Valina Singka Subekti, dan Chusnul Mar’iyah, mengadakan jumpa pers khusus, Senin (5/7) pukul 13.30, dan mengumumkan langkah darurat. Menurut Anas, keputusan tersebut diambil karena KPU menerima laporan tentang banyaknya kasus pemilih yang mencoblos pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa membuka surat suara lebar-lebar, dan itu terjadi merata di Indonesia.

Keputusan mendadak itu diambil dengan persetujuan Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin, Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti, Mulyana W Kusumah, Hamid Awaludin, Anas, Valina, dan Chusnul.

Kepada KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, KPU pusat telah mengirimkan surat edaran bernomor 1151/15/VII/ 2004 tertanggal 5 Juli 2004, yang ditandatangani oleh Anas Urbaningrum. Meski demikian, Anas menyebutkan langkah darurat itu tersosialisasikan cepat ke daerah.

Dalam surat edaran tersebut KPU menyatakan bahwa surat suara yang dicoblos dalam kondisi terlipat dua secara horizontal, yang mengakibatkan coblosan tembus ke halaman judul, tetap dinyatakan sebagai syarat suara yang sah. Syaratnya, coblosan itu tak menembus kotak pasangan calon presiden dan wakil presiden yang lain.

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang telanjur melakukan penghitungan suara diminta melakukan penghitungan suara ulang di TPS masing-masing, termasuk kalaupun surat suara sudah selesai dihitung dan dimasukkan kembali ke kotak suara. Penghitungan suara ulang sebagai konsekuensi keputusan tersebut diharapkan selesai Senin.

Padahal, sebelumnya, menurut catatan Kompas, KPU pernah menyatakan bahwa surat suara yang tercoblos tembus seperti itu dinyatakan tidak sah. Karena itu, KPU kemudian menyosialisasikan cara coblos dengan memerintahkan para ketua KPPS menjelaskan kepada pemilih untuk membuka surat suara lebar-lebar sebelum melakukan pencoblosan.

"Panik nasional"

Menurut Anas, kebijakan itu diambil karena KPU menilai "kesalahan coblos" itu bukanlah yang substansial, yang melanggar undang-undang.

Terkait dengan langkah darurat itu, beberapa anggota KPU terlihat sibuk menerima telepon dan meminta agar informasi tersebut segera disebarluaskan ke daerah. Kesibukan juga terasa meningkat di Media Center KPU, di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Staf Media Center terlihat "panik" menghubungi anggota KPU kabupaten/kota per telepon untuk menjelaskan keputusan KPU yang mendadak tadi. Mereka juga mengimbau media elektronik untuk menyiarkannya sebagai breaking news. "Panik nasional ini," kata salah seorang petinggi Media Center KPU.

Kemungkinan terjadinya kekeliruan coblos sebenarnya sudah pernah disampaikan kepada KPU pusat. "Pada rapat kerja KPU se-Provinsi Jawa Timur awal bulan Juni kami menemukan kasus tersebut dalam sosialisasi pemilu presiden di Jombang. Sebanyak 30 dari 100 surat suara lubangnya menembus kertas lipatan di luar gambar kandidat. Kami laporkan kasus itu kepada KPU pusat, tetapi tidak mendapat tanggapan sehingga KPU Jawa Timur sepakat, surat suara seperti itu tidak sah," ujar Ketua Kelompok Kerja Penghitungan dan Penetapan Suara KPU Sampang, Rasyad Manaf.

Ia mengaku kaget ketika siang hari kemarin diberi tahu oleh anggota KPU Jawa Timur, Aribowo, bahwa KPU pusat memutuskan surat suara seperti itu sah. Ia menyesalkan keputusan KPU pusat yang terlambat menuntaskan kasus surat suara seperti ini. KPU Sampang tetap kesulitan menuntaskan kasus tersebut, apalagi salinan surat keputusan dari KPU pusat hingga pukul 15.00 kemarin belum mereka terima. "Saya tidak bisa meminta PPK menghitung ulang jika tidak ada landasan hukumnya," katanya.

Berdasarkan pemantauan Cetro, tak semua KPPS mau melakukan penghitungan suara ulang. Sebab, hal itu hanya menambah beban mereka. Jika itu terjadi, akan terjadi standar berbeda dalam penetapan suara sah. "Ini berpotensi memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat pada hasil pemilu dan berpotensi menjadi sengketa pemilu," demikian Cetro dalam pernyataan persnya.

Bisa memahami

Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) bisa memahami dan menerima surat edaran KPU yang dikeluarkan secara darurat tersebut. Surat suara yang pencoblosannya "salah" itu semata-mata akibat kesalahan teknis atau ketidaktahuan pemilih karena desain surat suara berikut lipatannya memang memungkinkan orang terkecoh.

Ketua Panwas Komaruddin Hidayat menyebutkan hal tersebut dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.

Komaruddin menekankan, memang ketentuan mengenai suara sah dalam undang-undang tidak mencakup kondisi surat suara yang dicoblos tembus itu. Namun, kasus surat suara yang dicoblos tembus dan dianggap sah tersebut tidak akan merugikan siapa pun karena niat awal pemilih hanya mencoblos satu pasangan calon.

Topo Santoso, anggota Panwas, menambahkan, KPU patut disesalkan karena tidak mengantisipasi tingginya kasus surat suara yang dicoblos tembus tersebut. Buktinya, dalam lembar sosialisasi, kondisi itu tidak dicantumkan.

Namun, lanjutnya, jika kesalahan akibat ketidaktahuan tersebut tidak ditolerir, dikhawatirkan suara sah hanya berkisar 50 persen. Jika sampai hal itu terjadi, hak pemilih akan terkurangi, demikian juga legitimasi pemilu dapat dipertanyakan.

Tinta

Selain soal keliru coblos, Panwas juga menyesalkan buruknya kualitas tinta yang digunakan sebagai tanda bahwa yang bersangkutan telah menggunakan hak suaranya. Pada sejumlah tempat, bekas tinta di jari tangan pemilih mudah hilang sehingga menjadi sulit dikenali pemilih yang sudah menggunakan haknya dan yang belum.

Sebagaimana disebutkan anggota Panwas, Masyhudi Ridwan, polisi sudah mengambil contoh tinta berkualitas buruk itu untuk menelusuri kemungkinan tinta pemilu tersebut palsu.

Anggota KPU, Valina Singka Subekti, menyanggah pendapat mengenai buruknya kualitas tinta yang digunakan pada pemilu presiden-wapres sekarang. Menurut dia, tinta penanda khusus tersebut tetap tahan dua-tiga hari.

"Kualitasnya tetap sama, hanya sekarang saja kelihatannya lebih encer," kata Valina.

Lancar

Selain persoalan keliru coblos dan kualitas tinta, pemilu presiden berlangsung relatif aman dan lancar. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan ad interim Hari Sabarno mengatakan, hingga pelaksanaan pemilihan presiden hari Senin kemarin, tidak ada laporan mengenai gangguan keamanan dan politik di wilayah Indonesia. Dan, tidak ada pula laporan penundaan pelaksana pemilu di daerah, kecuali di Nias Selatan. Di daerah itu terpaksa diadakan pemilihan presiden-wapres susulan akibat kendala transportasi.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar kepada wartawan mengatakan belum menerima laporan tentang gangguan yang berarti dalam pemilihan presiden-wapres.

"Sampai saat ini kami belum menerima laporan tentang gangguan. Hanya di Nanggroe Aceh Darussalam ada warga yang takut datang ke TPS karena diganggu Gerakan Aceh Merdeka dan di Sumatera Utara listrik sempat mati sehingga pemilu sedikit terganggu," katanya. (ari/IKA/J02/ADP/BIL/ISW/dik/idr/sie)

No comments: