Tuesday, July 06, 2004

KPU Perlu Minta Maaf, Surat Suara Keliru Coblos Diperkirakan Capai 40 Juta

Rabu, 07 Juli 2004

Jakarta, Kompas - Panitia Pengawas Pemilu memperkirakan surat suara yang dicoblos hingga halaman sampul (keliru coblos) jumlahnya lebih dari 40 juta. Jumlah yang besar ini dapat menimbulkan polemik kalau tidak dilakukan penghitungan suara ulang, karena sebagian besar tempat pemungutan suara menganggap surat suara keliru coblos ini tidak sah. Dalam kaitan itu, Komisi Pemilihan Umum selayaknya meminta maaf kepada masyarakat.

Kekeliruan dalam pencoblosan dalam pemilihan umum (pemilu) 5 Juli 2004 dinilai telah mengurangi kualitas pemilu itu sendiri. Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemudian menerbitkan surat edaran yang menyatakan pencoblosan hingga tembus sampul dinyatakan sah. Namun, surat edaran itu datang terlambat, yakni setelah penghitungan suara di sejumlah besar tempat pemungutan suara (TPS) selesai. KPU meminta Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menghitung ulang. Instruksi KPU yang bersemangatkan menyelamatkan suara rakyat itu telah merepotkan para pekerja di lapangan.

Anggota KPU, Anas Urbaningrum, kepada Kompas mengucapkan terima kasih kepada petugas KPPS dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang telah melakukan penghitungan ulang. "Mohon maaf jika itu menambahi pekerjaan. Hal itu semata-mata agar suara rakyat bisa diselamatkan," kata Anas.

Dalam jumpa pers terpisah, Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) Komaruddin Hidayat mengatakan angka 40 juta itu diperkirakan dari besarnya surat suara yang dihitung tidak sah di TPS yang dipantau Panwas. Bahkan, di salah satu TPS di Papua, dari 136 pemilih, suara yang tidak sah mencapai 106 suara.

Menanggapi besarnya surat suara salah coblos, Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin mengatakan hal itu harus dibuktikan terlebih dahulu dan semestinya disertai dasar yang jelas. Menurut Nazaruddin, data seperti itu keluar dari "orang yang tidak mengerti statistik" karena ketidakjelasan metodologi yang digunakan untuk sampai pada kesimpulan tersebut. "Kalau saya malu (seperti itu). Tetapi dalam masyarakat kita kadang-kadang ada orang yang enggak punya malu," kata Nazaruddin.

Anggota Panwas, Didik Supriyanto, menambahkan, Panwas sudah mengeluarkan surat edaran yang mengimbau anggota Panwas di daerah mengawal jalannya penghitungan suara ulang di Panitia Pemilihan Kecamatan dan PPS apabila terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan sah atau tidaknya surat suara.

Dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), dilaporkan bahwa jumlah surat suara keliru coblos mencapai 40 persen. KPU Kalsel telah menyerukan KPPS agar menghitung ulang perolehan suara. Namun, dari pemantauan Kompas, seruan itu baru bisa dilaksanakan di wilayah perkotaan. Senin malam beberapa petugas di TPS lembur untuk menghitung ulang. Lokasi pedalaman yang jauh dari transportasi dan komunikasi hingga Selasa sore belum seluruhnya menggelar penghitungan ulang.

Kepala KPU Kalsel Hafidz Ansyari mengaku baru menerima informasi soal penganuliran surat suara yang dicoblos dalam kondisi terlipat tersebut sekitar pukul 13.00 WITA. Karena itu, wajar saja jika masih banyak petugas di TPS yang menganggap surat suara terlipat itu tidak sah.

Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Kalsel Hasanudin mengatakan keputusan KPU yang menganulir ketentuan sebelumnya berdampak luas terhadap TPS di pedalaman.

Menurut Hasanudin, memang mudah mengubah aturan, tetapi secara teknis akan mengalami banyak hambatan, terutama penghitungan ulang di pedalaman, seperti Pegunungan Meratus. Di pedalaman Pegunungan Meratus petugas dan saksi harus berjam-jam jalan kaki untuk berkumpul menghitung ulang suara. Sementara di pedalaman pesisir, petugas dan saksi dipastikan harus mengeluarkan biaya transportasi perahu kelotok yang mahal.

Menodai

Jaringan Masyarakat Pemantau Pemilu Indonesia (Jamppi) menilai KPU telah menodai hati nurani rakyat yang ingin memilih presidennya. "Kami menuntut KPU meminta maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat Indonesia atas sejumlah kekurangan dan kelalaian penyelenggaraan pemilu presiden," kata Pelaksana Program Jamppi Badi Masnur.

Tuntutan agar KPU meminta maaf juga datang dari pakar ilmu politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Riswandha Imawan. "Kekisruhan yang terjadi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara sebagian besar merupakan kesalahan KPU. Karena itu, layak jika KPU selaku penyelenggara pemilihan umum meminta maaf kepada masyarakat pemilih," katanya.

Kesalahan coblos tersebut menunjukkan bahwa KPU lalai dalam melakukan sosialisasi dengan kesan menggampangkan karena menganggap pemilu presiden jauh lebih sederhana ketimbang pemilu legislatif. Bukan hanya kepada KPU, gugatan atas tidak efektifnya sosialisasi tersebut juga harus ditujukan kepada organisasi masyarakat yang mendapat bantuan dana melakukan pendidikan pemilih dan sosialisasi pemilu.

Jaga suara rakyat

Pihak KPU menganggap surat edaran yang antara lain berisi perintah penghitungan ulang surat suara dilakukan untuk menjaga suara rakyat yang berpotensi terhanguskan hanya karena kesalahan teknis pencoblosan. Perintah menghitung ulang surat suara merupakan keputusan yang tidak merugikan atau menguntungkan pasangan tertentu.

Penegasan itu disampaikan kembali oleh KPU dalam pertemuan dengan tim kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diadakan secara tertutup di Kantor KPU, Jakarta, Selasa siang. Dalam pertemuan sekitar dua jam tersebut hanya tim kampanye dari pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid yang tidak hadir.

Dalam jumpa pers seusai pertemuan, Ramlan Surbakti dan Anas Urbaningrum mengakui belum ada data terperinci mengenai tingkat kesalahan coblos yang tembus itu maupun jumlah TPS yang harus melakukan penghitungan ulang karena kasus tersebut. Ramlan mengakui bahwa keputusan itu merupakan keputusan darurat, yang harus diambil dengan menghitung manfaatnya yang lebih besar ketimbang kerugiannya. KPU semata-mata mendasarkan keinginan untuk melindungi suara rakyat.

Anas menyanggah bahwa keputusan yang menyatakan surat suara yang dicoblos tembus tersebut hanya menguntungkan pasangan calon tertentu. Seluruh pasangan diuntungkan dengan keputusan itu. Hanya, memang, perubahan suaranya proporsional bergantung pada pilihan rakyat.

Atas surat edaran nomor 1151/15/VII/2004 mengenai penghitungan suara ulang, KPU juga sudah menyusulkan surat bernomor 1152/15/VII/ 2004 tertanggal 5 Juli 2004 yang ditandatangani oleh Nazaruddin Sjamsuddin. Surat itu berupa petunjuk lebih jauh mengenai prosedur penghitungan ulang.

Obyek perselisihan

Surat Edaran (SE) KPU Nomor 1151/15/VII/2004 berpotensi menjadi materi perselisihan pemilu yang dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Penilaian mengenai keabsahan surat edaran itu tidak bisa dilakukan secara dini saat ini, tetapi penilaian itu dapat dilakukan saat dijadikan materi perselisihan di Mahkamah Konstitusi.

"Tentu saja, sebagai Mahkamah Konstitusi, kami sangat prihatin. Kita patut menyampaikan keprihatinan karena ini persoalan sepele yang seharusnya tidak perlu terjadi," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie dalam pertemuan dengan Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia.

Calon wakil presiden Hasyim Muzadi menilai KPU kurang melakukan sosialisasi tentang pencoblosan sehingga terjadi kekeliruan pencoblosan yang luas. "Ini merugikan siapa saja. Yang dirugikan tidak hanya satu pasangan," katanya. (vin/BUR/DWA/dik/ amr/thy/sie/idr)

No comments: