Sunday, July 18, 2004

Mewujudkan PNS Profesional

Suara Karya/19 Juli 04
 
Oleh Feisal Tamin

Siapa pun warga bangsa yang terpanggil menjadi pegawai negeri sipil, mereka adalah pejabat. (Jabat = memegang, melakukan pekerjaan, memegang jabatan - Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Achmad Maulana dkk, 2003). Mereka memegang peran terhormat sebagai abdi negara, abdi masyarakat sekaligus sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan demikian mereka sudah wajib memerankan diri sebagai teladan dan panutan masyarakat, sehingga kepercayaan itu tidak boleh sedikit pun disia-siakan.

Ungkapan "mencurahkan segenap tenaga, waktu, pikiran dan perasaan untuk bangsa dan negara lebih dari kepentingan pribadi dan golongan", sesungguhnya merupakan sikap hidup dan pegangan pengabdian, agar mandat dan amanah rakyat tidak sedikit pun untuk diingkari. Hal tersebut harus selalu melekat di setiap sanubari pegawai negeri sipil, seperti terungkap pada tanggal 25 September 1945 melalui Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Presiden RI 1, Soekarno memutuskan bahwa seluruh pegawai negeri Republik Indonesia yang dengan penuh kepercayaan "menumpahkan segala kekuatan jiwa dan raga untuk keselamatan Negara Republik Indonesia".

Dalam kenyataannya, sampai saat ini, perjalanan panjang pegawai negeri sipil dalam mengisi kemerdekaan secara profesional, selalu mengalami hambatan dan rintangan yang kompleks menyangkut persoalan politik, ekonomi, psikologis dan sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan yang sangat mempengaruhi dalam mewujudkannya sebagai birokrat profesional karir. Profesional (profesus - Latin) harus dihubungkan dengan sumpah atau janji yang bersifat religius. Sehingga, seseorang yang memiliki kemampuan teknis dan manajerial yang tinggi, harus memiliki watak dan sikap mental yang berorientasi pada keinginan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu yang terbaik.

Di lingkungan aparatur negara, profesionalisme harus selalu menyentuh aspek aparat yang beretika, bermoral, berkemampuan, jujur, disiplin, kreatif, dan bertanggung jawab. Dengan kalimat lain, nurani rakyat berkata, berikanlah kepada kami segala pelayanan terbaik dan terbanyak, bukan sebaliknya. Berarti untuk mengejar ketertinggalan bangsa dan negara kita dari negara-negara maju, jam kerja efektif perlu dicermati, agar dukungan kita maksimal.


Menengok Pengalaman
Belajar dari berbagai pengalaman masa lalu sebagai sebuah refleksi, hambatan profesionalisme PNS cukup berat.

Pertama, dalam situasi membenahi pemerintahan dan mempertahankan kemerdekaan, banyak pegawai negeri (golongan republiken) yang terseret pada kegiatan partai-partai politik. Celakanya, hal itu terjadi dalam suasana darurat karena perpindahan ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta dan sebaliknya (hijrah). Bentuk kabinet Presidensiil ke Parlementer yang silih berganti, sehingga soliditas dan solidaritas hilang sama sekali, mereka terkotak-kotak. Hal tersebut terus berlangsung hingga era Orde Lama dan Orde Baru yang bersamaan dengan itu rekrutmen pegawai baru tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penyaringan SDM secara profesional. Harus diakui, berbagai dimensi permasalahan rasionalisasi (baca-penataan) sekarang ini, merupakan buah pahit dari kebijakan masa lalu yang tidak tepat. Artinya, penetapan posisi PNS yang kurang tepat dalam konstelasi kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan salah satu penyebab utama permasalahan PNS yang terjadi dewasa ini.

Kedua, kemampuan keuangan negara yang masih terbatas, sehingga belum bisa memberikan renumerasi secara layak, walaupun kini sudah lebih baik. Sementara itu, meskipun dalam situasi bangsa dan negara mulai keluar dari berbagai krisis, ternyata secara dinamis terjadi pula proses perubahan nilai-nilai sosial budaya. Beberapa di antaranya bersifat budaya patologis seperti egoisme "santaiisme", hedonisme, materialisme, serba instant tanpa menghiraukan keharusan melalui proses yang wajar dan lain-lainnya. Hal tersebut telah menimbulkan pro kontra antara kewajiban untuk memerankan apa yang seharusnya dilakukan sebagai birokrat yang benar-benar profesional dengan renumerasi yang diterima. Jika tidak dilakukan penyadaran bersama, maka rasa maklum yang negatif (penilaian gaji relatif lalu tidak profesional), akan berbahaya dalam tugas keseharian aparatur, terutama menyangkut kadar disiplin diri dan organisasi, produktivitas yang berkualitas, serta akuntabilitasnya, termasuk dalam pelayanan publik yang harus positif kreatif penyelenggaraannya.

Ketiga, berbagai pemberontakan dan konflik horizontal yang begitu ekskalatif telah menyeret pegawai negeri ke dalamnya, baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung, serta menjadi korban dengan jaminan sosial yang minim bahkan ada yang tidak jelas, seperti pernah berlangsung di Provinsi NAD dan Irja.

Keempat, masih tersisanya perilaku tidak profesionalisme seperti KKN dan kekerasan dari para oknum penyelenggara negara, termasuk di lingkungan pegawai negeri dan legislatif. Perilaku oknum tersebut jelas telah merusak citra korps seperti terjadinya penyalahgunaan wewenang dan kewajiban, pungli, upeti, mark-up dan lain-lain. Keseluruhannya, dalam masyarakat dan dunia usaha juga telah terjadi ulah yang menandakan rendahnya disiplin nasional, etika kehidupan, serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.


Pengaruh Politik
Walaupun secara berangsur-angsur mulai dapat diatasi, timbul pula pertanyaan yang amat mengusik dan perlu suatu kontemplasi untuk menjawabnya. Apakah berbagai langkah kebijakan yang telah ditempuh selama ini mampu secara efektif mencegah, mengurangi dan meniadakan berbagai hambatan bagi pencapaian tujuan nasional, termasuk antisipasi kemungkinan terjadinya peningkatan hambatan tertentu?

Semua harus kita antisipasi dengan langkah-langkah positif yang konkret terus menerus. Pada era persaingan dan pasar bebas dewasa ini yang penuh competitiveness, serta karena amandemen UUD 1945, kita semua jelas tidak menghendaki terjadinya perubahan sistem kenegaraan dan pemerintahan yang malahan merosot. Roda pemerintahan tidak stabil yang berarti menghambat segala perencanaan dan program yang ada, harus kita hindari.

Belajar dari sejarah serta kesadaran penuh mendedikasikan diri sesuai tugas masing-masing dalam penyelenggaraan negara, maka apa pun yang terjadi, seluruh jajaran PNS harus solid dan mampu melaksanakan misi yang telah ditetapkan. Kita wujudkan aparatur negara yang sungguh-sungguh profesional dan netral. Dalam tanggung jawab kerja masing-masing mempunyai moralitas terjaga, efektif atau berdayaguna, produktif dengan kualitas yang tinggi, transparan serta akuntabel, menjauhi segala macam bentuk KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), serta memposisikan diri sebagai insan aparatur pemerintah yang sanggup mempersatukan multikulturisme bangsa sekaligus merekatkannya, dengan semangat kenegarawanan.

Pada proses menghilangkan berbagai hambatan dari kompleksitas "poleksosbudhankam", maka reformasi birokrasi harus berhasil. Tentunya melalui proses yang terencana dengan dukungan semua pihak. Kita sekarang telah, sedang dan akan terus menata fungsi utama pemerintah sehingga proporsional, meliputi kelembagaan/ institusi yang efisien dengan tatalaksana yang jelas/transparan, diisi SDM yang profesional, mempunyai akuntabilitas kepada masyarakat serta menghasilkan pelayanan prima.

Dalam melaksanakan segala tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pegawai negeri sebagai birokrat profesional karier, harus selalu mengembangkan budaya kerja yang baik terutama aspek kompetensinya dalam jam-jam kerja secara bersemangat. Berarti segi profesionalisme (knowledge, skill, managerial, attitude) harus dikedepankan. Termasuk berkomitmen dan berintegritas tinggi yang dapat dipertanggung jawabkan, dalam segala kreativitas dan inovasinya ketika sedang bekerja.

Melalui prinsip meritokrasi, renumerasi yang diterima bagi yang profesional, tentunya akan lebih baik. Golongan profesional inilah ke depan diharapkan sangat mewarnai birokrasi pemerintahan di Daerah dan Pusat, di pelosok mana pun mereka bertugas, dalam level dan jenis jabatan apa pun. Sementara itu, dalam kondisi sekarang, dengan segala potensi SDM, serta sarana dan prasarana yang ada, seluruh jajaran PNS harus terus bersemangat bekerja keras secara full time work, dengan keharusan melakukan kreativitas dan inovasi demi pemberdayaan rakyat yang wajib kita layani secara prima dalam segala kebutuhan mereka.

Persamaan pandangan dan komitmen pimpinan seluruh instansi diperlukan untuk meningkatkan kualitas PNS dan secara aktif melakukan pembinaan SDM Aparatur sebagai birokrat profesional karier yang netral, handal dan mumpuni, serta bersih dari tindakan KKN. Semua agar terus mampu meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang semakin hari semakin baik, melalui proses learning by doing. Semua itu pula kita laksanakan dengan correct dan perfect bersamaan dengan keberhasilan jalannya proses reformasi birokrasi di Indonesia ini. ***

(Penulis adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara).

No comments: