Monday, July 19, 2004

Mungkinkah Kompetisi Tanpa Penegakan Regulasi?

Kamis, 15 Juli 2004  Kompas


JB Basuki
AWAL April 2004, pemerintah melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berhasil meregulasi industri telekomunikasi nasional. Wujudnya berupa delapan keputusan menteri (kepmen) yang mengatur penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia menyongsong era kompetisi yang selain merevisi kepmen terdahulu juga mengatur kebijakan baru. Antara lain interkoneksi, jaringan kabel FWA, kebijakan universal service obligation (USO), dan perlindungan kompetisi (competitive safeguards). Sederet kepmen itu pada tahap awal telah memberikan kelengkapan rambu-rambu kompetisi dan perlindungan bagi operator telekomunikasi, serta pilihan dan perlindungan bagi konsumen.
Menarik untuk disimak karena kepmen ini mulai membuka pintu kompetisi. Hak eksklusivitas Telkom untuk jasa lokal dan SLJJ mulai dikompetisikan dengan masuknya Indosat yang menawarkan akses lokal dan SLJJ dengan kode akses 011. Demikian pula monopoli SLI 001/SLI 008 Indosat dikompetisikan dengan masuknya Telkom yang menawarkan akses SLI melalui 007.
Jika di lapangan terjadi deviasi, itu bisa dipandang wajar dan alami pada tahap awal. Misalnya, pihak incumbent, yaitu PT Telkom yang menguasai jaringan telekomunikasi nasional, enggan atau mengulur waktu dalam penyediaan interkoneksi kepada Indosat sebagai pemain baru.
Ada satu kepmen lagi yang hingga kini masih dalam proses penyusunan, yaitu Modern Licensing yang pada dasarnya akan mengatur hak dan kewajiban operator telekomunikasi. Penyelesaian Modern Licensing menjadi tanggung jawab badan baru BRTI yang mulai resmi bertugas Januari 2004. Hal-hal yang diatur antara lain kewajiban setiap operator telekomunikasi yang harus memasok data-data yang diperlukan oleh SKTT-sistem kliring trafik telekomunikasi-kewajiban membangun sst dalam periode tertentu, dll.
Sebagai contoh Indosat diharuskan membangun 3,75 juta sst hingga 2008 mendatang, Telkom juga memiliki kewajiban untuk membangun sejumlah sst. Butir-butir itu hingga kini belum final, masih dalam proses tawar-menawar antara regulator dan operator agar percepatan dan pemerataan pembangunan bisa berlangsung lebih cepat, tetapi juga memberikan insentif bagi investor.
Sejak dipublikasikannya delapan kepmen itu, Telkom dan Indosat diperbolehkan langsung menawarkan layanannya, Telkom bisa mulai menjual SLI 007. Begitu pula Indosat dapat langsung menawarkan SLJJ 011 kepada konsumen.
Dengan kelengkapan dan kemapanan jaringan domestiknya, Telkom memang bisa dengan mudah membuka saluran SLI 007 di mana pun. Sementara itu, Indosat, dengan keterbatasan jaringan domestiknya akan sangat bergantung pada belas kasihan interkoneksi Telkom. Padahal, untuk aplikasi interkoneksi jaringan SLJJ saja, Indosat harus menunggu sampai setahun dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Belum lagi untuk perizinan operasi di daerah bekas area KSO, superrumit.
Telkom cenderung menutup pintu dan mengklaim pihaknya tetap memiliki hak ekslusivitas hingga tahun 2010 sebelum janji pembayaran kompensasi terminasi dini dari pemerintah senilai Rp 178 miliar dibayarkan. Izin interkoneksi untuk pemberlakuan SLJJ 011 Indosat baru diperoleh untuk empat kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, dan Batam.
Beberapa ganjalan di awal pelaksanaan kompetisi mulai terlihat mencuat ke permukaan, antara lain ketimpangan jaringan domestik antara pihak incumbent PT Telkom dan pihak new entrant Indosat begitu menganga. Tampak dari kepastian pembayaran kompensasi terminasi dini yang berpengaruh pada penundaan interkoneksi, praktek kompetisi, dan law enforcement yang sudah mulai dilakukan namun belum kelihatan gregretnya. Itulah di antara persoalan yang harus segera mendapatkan perhatian dari pemerintah dan BRTI. Hal-hal tersebut menjadikan pelaksanaan kompetisi di lapangan berjalan tidak fair, tidak mulus, dan cenderung merugikan new entrant.
Sebuah pengumuman pemerintah memang belum bisa dijadikan dasar resmi bagi Telkom untuk berbicara dengan investor. Pemerintah seyogianya mengeluarkan ketetapan formal tentang kapan kompensasi atas terminasi dini dibayarkan dan kapan Modern Licensing bisa diselesaikan dan diberlakukan. Begitu pula kapan kebijakan duopoli dan kompetisi yang fair bisa diberlakukan secara tepat waktu sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing, tanpa masing-masing harus mencuri start dan melakukan praktik operasional yang kurang fair dan merugikan pelanggan. Dengan aturan yang jelas, operator telekomunikasi baru bisa dipacu untuk saling berkompetisi secara fair dalam koridor aturan yang jelas dan tegas, lengkap dengan risiko bila terjadi pelanggaran.
Ada kesan di lapangan, di satu sisi Telkom mencoba mengulur waktu pemberian interkoneksi jasa SLLJ kepada new entrant Indosat, namun di sisi lain Telkom tak sabar untuk mulai membuka keran SLI 007 secara sepihak. Konon Batam sejak Telkom gencar menawarkan Telkomsave, saluran SLI 001 Indosat sering diblokir. Bukti-bukti temuan lapangan telah dikumpulkan dan diadukan ke Ditjen Postel atau BRTI, namun dalam praktiknya tindakan law enforcement masih sebatas surat teguran Ditjen Postel kepada Telkom. Baru belakangan BRTI mengundang Telkom dan Indosat.
Indosat menjadi operator yang banyak dirugikan karena Telkom langsung mengoperasionalkan kepmen itu. Buktinya, sejak 16 April 2004, SLI 007 Telkom telah beroperasi di Batam, Medan, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Pelanggan SLI 001 banyak dirugikan karena gangguan saluran sering terjadi secara sporadis dan intermiten.
"SLI 001 Indosat di Batam pernah 98 persen diblokir, begitu pula kota-kota besar lainnya di Pulau Sumatera. Kejadiannya, SLI 001 itu tiba-tiba ngambek," tutur T Saiful Rizal, Senior Vice President Regional Office Indosat Medan.
Diterbitkannya delapan kepmen memang merupakan prestasi pemerintah dan BRTI, namun masih ada celah-celah ketidakpastian dari pengumuman pemerintah 30 Maret 2004 lalu. Tampaknya pemerintah perlu segera merevisi, menetapkan kebijakan baru berikut penegakan aturan atau rules enforcement secara adil sehingga memberikan kepastian bagi operator telekomunikasi.
Sebagai pedoman bagi pemain baru telekomunikasi, ada baiknya bila Telkom, selaku pemilik jaringan domestik yang lengkap, memberikan pedoman kepastian. Misalnya di kota mana saja jaringan interkoneksi Telkom bisa disediakan, bagaimana cara aplikasinya, dan berapa lama aplikasi interkoneksi itu dapat dipenuhi oleh Telkom.
Di Australia atau Inggris, operator incumbent selalu menyediakan informasi cara-cara aplikasi interkoneksi bagi new entrant yang disebut reference interconnection offer (RIO). Indonesia memang tergolong negara yang baru belajar berkompetisi, tetapi ada baiknya Telkom menyusun pedoman terkait dengan mereferensi RIO yang ada di negara-negara maju. Jadi, pada saatnya ketika hadir pemain-pemain baru yang meminta jaringan interkoneksi, PT Telkom pun bisa melayani dengan profesional, terbuka (tidak pilih kasih) atas dasar aturan yang bisa dipakai.
Hadirnya BRTI diharapkan bisa memberikan iklim kompetisi yang adil dan mampu melakukan penegakan aturan secara profesional. Kasus pemblokiran saluran telekomunikasi di masa lalu anggaplah sebagai pelajaran kurang legawanya pemegang dominasi pelanggan untuk melepas sebagian pelanggannya kepada pemain baru. Namun, memasuki era kompetisi ke depan, temuan dan bukti-bukti praktik pelanggaran atas aturan kompetisi haruslah diganjar dengan penalti, dengan segala risiko dan konsekuensinya oleh KPPU ataupun BRTI.

JB Basuki, Pengamat Telekomunikasi dan Tinggal di Jakarta.

No comments: