Wednesday, June 02, 2004

Lebih Baik Mengamandemen UU Migas Nomor 8 Tahun 1971

Sabtu, 30 Juni 2001



Jakarta, Kompas
Ahli Perminyakan Dr Kurtubi MSp MSc berpendapat, untuk memajukan perusahaan perminyakan nasional, lebih baik mengamandemen Undang-Undang Migas Nomor 8 Tahun 1971, ketimbang menggantikan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas 2001 yang tengah dibahas pemerintah dan DPR. Sebab, RUU tersebut belum jelas dan hanya memberi "cek kosong" untuk pengembangan usaha perminyakan nasional.

Demikian diutarakan Kurtubi kepada wartawan seusai berbicara pada acara Orientasi Wartawan Migas, di Anyer, Banten, Jumat (29/6). Kurtubi mengatakan, kelemahan UU Migas No 8 Tahun 1971 hanya terletak pada implementasinya, dan beberapa hal perlu diubah.

Menurut Kurtubi, sebenarnya isi UU Migas No 8 Tahun 1971 sudah mampu digunakan untuk mengembangkan Pertamina sebagaimana Malaysia mengembangkan Petronas. Seandainya hanya implementasi menjadi penghambat perkembangan Pertamina, maka sebaiknya orang-orang yang dianggap tidak bekerja dengan benar yang diganti.

Kurtubi mengatakan, salah satu isi UU Migas No 8 Tahun 1971 yang dicontoh oleh Petronas, seluruh dana hasil ekspor migas Malaysia langsung masuk ke Petronas, dan kemudian bagian pemerintah disetor ke negara. Namun Pertamina tidak demikian, pemerintah mengeluarkan Inpres pada tahun 1975, agar seluruh hasil migas disetor langsung ke kas negara.

Selain mengamandemen UU Migas No 8 Tahun 1971, di antaranya tentang pajak 60 persen yang harus disetor oleh Pertamina, undang-undang harus menetapkan pajak secara adil untuk menyamakan dengan badan usaha lainnya. Komisaris Pertamina tidak lagi ditunjuk oleh menteri, tetapi oleh DPR dan kerjanya harus jelas.

Menyinggung badan pelaksana yang disebut dalam RUU Migas, Kurtubi mengatakan, harus ada badan usaha milik negara yang mengurus perminyakan nasional. Agar tidak perlu keluar biaya, lebih baik memakai perusahaan yang sudah ada daripada membentuk badan usaha baru. (boy)

No comments: