Wednesday, June 02, 2004

Indonesia Tidak Mengikuti Tren Peningkatan Investasi Migas di Dunia

Sabtu, 14 Juni 2003

Jakarta, Kompas - Angka investasi di sektor pertambangan minyak dan gas di seluruh dunia terus mengalami tren peningkatan yang cukup signifikan sejak membaiknya harga minyak dunia mulai tahun 2000. Namun, ironisnya, Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan migas cukup besar tidak bisa ikut menikmati tren peningkatan tersebut. Indonesia belum terbukti mampu menarik investasi baru.

Demikian diutarakan oleh pengamat perminyakan Kurtubi kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (13/6). Menurut Kurtubi, informasi itu dihimpun saat mengikuti sebuah konferensi di Praha, Republik Ceko, yang diikuti ratusan pakar ekonomi dunia di bidang energi.

Kurtubi mengutarakan, peningkatan investasi dalam sektor pertambangan migas mengikuti membaiknya harga minyak dunia. Setelah harga mulai merangkak di atas 20 dollar AS per barel pada tahun 2000, tren kegiatan eksploitasi dan eksplorasi pertambangan migas mulai meningkat kembali.

"Harga minyak pada tahun 1998 hingga 1999 anjlok hingga di bawah 20 dollar AS per barel, tetapi mulai membaik terus pada tahun 2000. Harga minyak yang mulai membaik menjadi insentif bagi investor," ujar Kurtubi.

Oleh karena itu, kenyataan minimnya investasi di Indonesia dinilai Kurtubi cukup membingungkan, sebab negara lain sudah mulai dimasuki modal asing.

Negara-negara yang disebut- sebut telah berhasil meraup investasi di sektor migas adalah Rusia, negara-negara di Amerika Latin, dan negara di Afrika, seperti Sudan. Negara yang cukup menarik adalah Sudan, padahal diketahui saat ini keamanan di negara itu relatif kurang baik.

Harus dikoreksi

Mengomentari kurangnya gairah investor untuk masuk ke Indonesia, Kurtubi mengatakan pemerintah harus mengevaluasi kebijakan dalam sektor migas. Misalnya, masalah perpajakan yang terkait dengan Undang- Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001.

Berdasarkan undang-undang itu, pemerintah memaksa investor membayar pajak, meskipun investor bersangkutan belum berhasil mendapatkan minyak. Padahal, dalam undang- undang yang sebelumnya, pajak baru dibayarkan setelah minyak ditemukan. Aturan kontrak bagi hasil Pertamina yang sebelumnya dinilai sukses dan banyak ditiru oleh negara lain.

Kurangnya minat investor terlihat dari hasil 16 blok wilayah kerja pertambangan minyak dan gas pada tahun 2002. Pada waktu itu, dari 16 blok yang ditawarkan, pemerintah hanya mampu menggaet satu investor.

Pada tahun 2003, pemerintah menawarkan sebelas wilayah kerja yang baru. Namun, hingga hari ini, belum ada satu pun investor yang memasukkan dokumen untuk mengikuti tender yang akan ditutup 30 Juli 2003. Jika kesebelas blok ternyata masih tidak diminati investor, pemerintah akan menawarkan sembilan wilayah kerja lainnya dengan insentif yang baru.

Tambah insentif

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pemerintah akan memberikan tambahan insentif. Antara lain mengubah persentase bagi hasil migas dari 85 persen untuk pemerintah dan 15 persen untuk investor menjadi 75 persen untuk pemerintah dan 25 persen untuk investor. Sementara untuk gas, diubah menjadi 65 persen untuk pemerintah dan 35 persen untuk investor.

Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) Rachmat Soedibyo mengatakan akan menambah cadangan dan produksi minyak Indonesia dengan mempercepat beberapa kegiatan pengeboran eksplorasi. Selain itu, mempercepat proses persetujuan lapangan baru dan mencegah penurunan alami produksi minyak bumi.(BOY)

No comments: