Friday, June 04, 2004

"Clearinghouse" dan Sarang Penyamun

Kamis, 17 Juli 2003 / kompas

Indra Gunawan

CLEARINGHOUSE sudah sejak lama diributkan orang, pro dan kontra masih terus terjadi. Sampai sekarang ada sekelompok orang yang mendorong agar segera diwujudkan, tetapi ada kelompok lainnya yang berpandangan bahwa lembaga ini tidak perlu ada dahulu. Sebenarnya apa dan bagaimana CH itu?

Clearinghouse (CH) adalah sebuah lembaga yang ditujukan untuk menjembatani antarpenyelenggara jasa telekomunikasi dan umumnya mengurusi billing antara para penyelenggara jasa telekomunikasi. Tetapi, CH juga bertugas menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul di antara mereka.

Beberapa hal yang menjadi tugas CH selain mengurusi billing data adalah menyiapkan persetujuan roaming sekaligus mengurusi segala aspeknya seperti negosiasi, pendokumentasian, dan beberapa hal administrasi lainnya. Dalam gambar di atas menunjukkan bahwa jaringan operator yang dikunjungi mengirimkan file TAP (transferred account procedure), yang merupakan keluaran dari billing system, kepada CH.

Untuk menghindari kesalahan yang terjadi, validation report dikirimkan kembali. Dan, file yang diterima diteruskan kepada operator jaringan asal dan berdasarkan data tersebut, operator jaringan yang dikunjungi melakukan penagihan kepada jaringan asal atas penggunaan jaringan mereka oleh pelanggan jaringan asal.

Lembaga CH sangat menarik banyak pihak karena besarnya putaran uang yang terjadi di bisnis ini. Jika sekarang ada sekitar 13 juta pelanggan selular dengan asumsi ARPU (average revenue per user) mereka Rp 130 ribu, maka putaran uang setiap bulan di bisnis ini mencapai Rp 1,69 triliun. Jika untuk jasa ini CH mendapatkan fee sebesar 1 persen, maka setiap bulan dia akan mendapatkan pemasukan Rp 16,9 miliar, ongkang-ongkang kaki saja.

Pertanyaannya sekarang, siapakah yang seharusnya duduk di lembaga tersebut? Jika lembaga pemerintah mengurusinya, apakah kita yakin pada kredibilitas aparat kita?

Sementara jika kita serahkan kepada swasta, siapa yang paling layak untuk mendapatkan uang "empuk" ini? Salah-salah, akan semakin menyuburkan KKN dan aliran uang suap di pemerintahan.

JIKA kita cermati, yang paling berkepentingan dengan billing antaroperator adalah operator itu sendiri. Untung dan rugi yang muncul karena selisih perhitungan di antara mereka sesungguhnya yang terkena dampak langsung adalah operator tersebut.

Untuk itu CH sektor telekomunikasi sebaiknya juga dilakukan oleh para operator itu sendiri (stakeholder-nya adalah para pemain sendiri). Dan jangan lupa agar proses pencatatan di masing-masing operator dapat dilakukan dengan kualitas yang sama, maka billing system yang digunakan juga harus memiliki keandalan yang sama dan sebaiknya dikontrol oleh lembaga CH ini.

Billing system yang baik dan sama akan mengurangi masalah yang muncul akibat dari perbedaan perhitungan. Fee yang diterima oleh CH akan dikembalikan untuk meningkatkan layanan telekomunikasi secara menyeluruh yang selain digunakan untuk biaya operasi sehari-hari.

Pemanfaatannya juga dapat dilewatkan melalui USO (universal service obligation) yang ditujukan untuk pembangunan sarana telekomunikasi di daerah-daerah terpencil yang sedikit diminati para investor. Caranya dengan memberikan insentif kepada para operator yang mau membangun sarana telekomunikasi di daerah rural tersebut. Jika lebih dari satu operator yang berminat, proses lelang dapat dilakukan dengan memberikan kemenangan kepada pihak yang meminta subsidi terkecil.

Sangat berbahaya jika lembaga CH dioperasikan oleh orang-orang yang tidak kredibel, tidak berintegritas. Bisa saja mereka dapat proyek ini hanya karena kedekatan hubungan dengan kekuasaan sehingga kemungkinan CH sebagai sarang penyamun akan terwujud.

Pengaruh incumbent (pemain lama) dengan kekuatannya yang besar juga dapat mengendalikan fungsi lembaga ini karena itu ketegasan dan kemandirian regulator tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Ini yang juga harus menjadi fokus perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meskipun keberadaan KPPU masih seperti singa ompong, banyak dari semua kasus yang maju ke pengadilan mengalami kekalahan.

Jika melihat kondisi saat ini, cukup beralasan kalau para operator ragu dan justru khawatir dengan dibentuknya lembaga CH ini oleh pemerintah. Mereka masih cukup senang dengan selisih perhitungan antaroperator diselesaikan sendiri. Karena dengan ketidakmandirian pemerintah, yang selain regulator juga pemain, akan sangat menyulitkan operator lain.

Dengan kondisi pemerintah yang masih belum mandiri, tampaknya tidak ada alasan untuk menjadikan pemerintah sebagai stakeholder dari CH ini karena hanya akan menambah kasus KKN saja.

Sementara itu, jika stakeholder-nya para pemain itu sendiri, kemungkinan besar masalah akan muncul jika berhadapan dengan incumbent.

Para pemain lainnya akan terpaksa menurut saja kemauan incumbent ini daripada dihadapkan pilihan tidak dapat tersambung dengan jaringannya.

Indra Gunawan Pengamat Telekomunikasi Berdomisili di Jakarta

No comments: